Kecakapan matematis (mathematical proficiency) mencakup lima komponen menurut Kilpatrick (2001, hlm. 116), yaitu (1) pemahaman konseptual (conceptual understanding); (2) kelancaran prosedural (procedural fluency); (3) kompetensi strategis (strategic competence); (4) penalaran adaptif (adaptive reasoning); dan (5) disposisi produktif (productive disposition). Komponen-komponen tersebut seharusnya dikembangkan secara terpadu dan seimbang pada diri siswa yang belajar matematika (Widjajanti, 2011, hlm. 2).
Kelima komponen kecakapan matematis tersebut tidak saling bebas tetapi terjalin menjadi satu. Pengembangan kelimanya pada siswa juga tidak dapat dilakukan secara terpisah-pisah. Kelima komponen tersebut digambarkan oleh Kilpatrick (2001, hlm. 117) sebagai berikut
Penjelasan untuk masing-masing komponen kecakapan matematis tersebut adalah sebagai berikut:
1. Pemahaman konseptual (conceptual understanding)
Pemahaman Konseptual adalah pemahaman atau penguasaan siswa terhadap konsep-konsep, operasi, dan relasi matematis. Indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui apakah seorang siswa telah mempunyai pemahaman konseptual antara lain adalah mampu:
a. menyatakan ulang konsep yang telah dipelajari,
b. mengklasifikasikan objek-objek berdasarkan dipenuhi tidaknya persyaratan membentuk konsep tersebut,
c. memberikan contoh atau non-contoh dari konsep yang dipelajari,
d. menyajikan konsep dalam berbagai macam bentuk representasi matematis,
e. mengaitkan berbagai konsep,
f. mengembangkan syarat perlu dan atau syarat cukup suatu konsep.
Menurut Kilpatrick (dalam Widjajanti, 2011, hlm. 3) indikator signifikan dari pemahaman konseptual adalah kemampuan untuk menyajikan situasi matematika dengan cara yang berbeda dan mengetahui bagaimana representasi yang berbeda dapat bermanfaat untuk berbagai tujuan. Tingkat pemahaman konseptual siswa berkaitan dengan kekayaan dan luasnya koneksi yang dapat mereka buat.
2.Kelancaran prosedural (procedural fluency)
Kelancaran prosedural mengacu pada pengetahuan tentang prosedur, pengetahuan tentang kapan dan bagaimana menggunakannya secara tepat, dan keterampilan melakukan prosedur secara fleksibel, akurat, dan efisien. Dengan demikian, indikator untuk kelancaran prosedur ini antara lain adalah siswa mampu:
a. menggunakan prosedur,
b. memanfaatkan prosedur,
c. memilih prosedur,
d. memperkirakan hasil suatu prosedur,
e. memodifikasi atau memperhalus prosedur,
f. mengembangkan prosedur.
Dengan mempelajari algoritma sebagai suatu prosedur umum, siswa dapat memperoleh pengetahuan bahwa matematika bersifat terstruktur dan dapat menyelesaikan persoalan yang rutin.
3. Kompetensi strategis (strategic competence)
Kompetensi strategis mengacu pada kemampuan untuk merumuskan, menyajikan, dan menyelesaikan masalah matematika. Oleh karena itu, indikator untuk mengetahui apakah seorang siswa mempunyai kompetensi strategis antara lain adalah jika ia mampu:
a. memahami masalah dengan dapat menjelaskan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan,
b. menyajikan suatu masalah secara matematis dalam berbagai bentuk (numerik, simbolis, verbal, atau grafis),
c. memilih rumus, pendekatan atau metode yang tepat untuk memecahkan masalah,
d. memeriksa kebenaran penyelesaian masalah yang telah diperoleh.
Widjajanti (2011, hlm. 3) mengemukakan bahwa
Karakteristik mendasar yang diperlukan selama proses pemecahan masalah adalah fleksibilitas. Fleksibilitas seseorang dapat berkembang melalui perluasan pengetahuan yang diperlukan untuk memecahkan masalah-masalah yang tidak rutin.
4. Penalaran adaptif (adaptive reasoning)
Penalaran adaptif merujuk pada kapasitas untuk berpikir secara logis tentang hubungan antar konsep dan situasi, kemampuan untuk berpikir reflektif, kemampuan untuk menjelaskan, dan kemampuan untuk memberikan pembenaran. Indikator untuk kecakapan ini antara lain adalah jika siswa mampu:
a. menyusun dugaan (conjecture),
b. memberikan alasan atau bukti terhadap kebenaran suatu pernyataan,
c. menarik kesimpulan dari suatu pernyataan,
d. memeriksa kesahihan suatu argumen,
e. menemukan pola pada suatu gejala matematis.
5. Disposisi produktif (productive disposition)
Disposisi produktif berkaitan dengan kecenderungan untuk mempunyai kebiasaan yang produktif, untuk melihat matematika sebagai hal yang masuk akal, berguna, bermakna, dan berharga, serta memiliki kepercayaan diri dan ketekunan dalam belajar matematika. Oleh karena itu, indikator untuk disposisi produktif ini antara lain adalah siswa dalam belajar matematika:
a. Bersemangat
b. tidak mudah menyerah
c. percaya diri
d. memiliki rasa ingin tahu
Seperti yang dikemukakan Widjajanti (2011, hlm. 3) bahwa
Seorang siswa yang mempunyai disposisi produktif yang tinggi cenderung akan mampu mengembangkan kecakapan matematis mereka dalam hal pemahaman konseptual, kelancaran prosedural, kompetensi strategis, dan penalaran adaptif. Sebaliknya, mereka yang mempunyai kecakapan dalam pemahaman konseptual, kelancaran prosedural, kompetensi strategis, dan penalaran adaptif cenderung akan berkembang disposisi produktifnya.
Dapat dilihat bahwa pengembangan kelima komponen kecakapan matematis tersebut tidak dapat dititikberatkan hanya pada satu komponen saja karena kesemuanya merupakan satu kesatuan.
DAFTAR PUSTAKA
Kilpatrick, J., Swafford, J., & Findell, B. (2001). Adding It Up: Helping Children Learn Mathematics. Washington, DC: National Academy Press.
Widjajanti, Djamilah Bondan. (2011). Mengembangkan Kecakapan Matematis Mahasiswa Calon Guru Matematika Melalui Strategi Perkuliahan Kolaboratif Berbasis Masalah. [Online]. Tersedia di: http://staff.uny.ac.id /sites/default/ files/ 131569335/ Makalah%20Djamilah%20Semnas%2014%20MEI%202011.pdf [Diakses 19 Maret 2014].
0 komentar:
Posting Komentar